Nanggroe Aceh Darussalam

Bagi anda yang mungkin belum pernah ke Aceh, dan ingin atau harus ke Aceh mungkin anda merasa was-was dan khawatir dengan keadaan disana. Nah kebetulan hampir 2 minggu lebih saya sudah di Aceh dalam rangka tugas kantor keliling Indonesia , mungkin saya dapat menulis sedikit pendapat, cerita dari orang, dan pengamatan saya tentang provinsi Indonesia yang paling ujung barat ini. [sok wartawan nih ye..]

Sekilas Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Provinsi Naggroe Aceh Darussalam terdiri atas 21 Kabupaten, 256 Kecamatan, dan 6334 Desa/Kelurahan. Selain struktur pemerintahan itu juga terdapat bentuk mukim atau yang disebut juga gampong. Kedudukan mukim dibawah kecamatan dan di atas desa/kelurahan, kebetulan jumlahnya tidak sempat saya rekap jadi saya tidak tahu jumlahnya. ^_^.. Jadi kecamatan terdiri atas beberapa mukim dan mukim terdiri atas beberapa desa/kelurahan. Luasnya wilayah membuat serasa menjadi wajar ketika daerah yang jauh dari ibukota provinsi merasa kurang mendapat perhatian pemerintah provinsi, satu contoh yang diceritakan seorang rekan yang bekerja sebagai konsultan di badan keuangan daerah setempat menceritakan ada sebuah kabupaten Aceh yang paling luas wilayah tetapi tidak jelas dimana ibukota kabupatennya, arti tidak jelas disini bukan berarti letaknya yang tidak jelas tetapi susahnya untuk menjangkau ibukota kabupaten tersebut. [muter” njelasinnya yah..?] Untuk dapat menuju kesana hanya ada satu jalur yang menghubungkan kota kabupaten tersebut dengan kota lain. Dengan kata lain, lewat jalur itu anda bisa masuk dan lewat jalur itu pula anda bisa keluar. Bila anda tidak membawa kendaraan sendiri dan lebih dari jam 2 siang hendak keluar dari kota tersebut bisa dipastikan anda akan menghabiskan waktu yang lama untuk menunggu adanya angkutan [itupun kalo ada..], numpang kendaraan yang lewat mungkin salah satu solusinya tapi keamanan silahkan ditanggung sendiri.

Alhasil tentunya tuntutan pemekaran wilayah alias pembentukan provinsi baru pun terjadi. Dan menurut saya itu merupakan solusi yang cukup efektif untuk mengoptimalkan pembangunan daerah-daerah pelosok. Namun Gubernur NAD Irwandi Yusuf saat ini menyatakan dalam koran lokal bahwa pemekaran wilayah tidak akan terjadi dimasa pemerintahannya dalam arti beliau tidak mengizinkan adanya pemekaran wilayah saat ini. Alasan pernyataan beliau tidak dilansir di media masa tersebut, akhirnya berbagai spekulasi timbul di pemikiran saya. [kepentingan politik kali ye..]

Gaya hidup, makanan, dan kebiasaan masyarakat Aceh.

Masyarakat Aceh menggunakan 2 bahasa dalam komunikasi sehari-hari, bahasa Aceh dan bahasa Indonesia. Meski porsi bahasa Aceh tentunya lebih banyak, bahasa Aceh sendiri memiliki dialek yang berbeda-beda tiap daerah bahkan kadang pada makna kata juga berbeda. Itu yang membuat saya kadang merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan masyarakat disini bahkan bahasa Indonesiapun dengan dialek Aceh pun kadang tidak saya mengerti dan jelas terasa aneh buat saya. akhirnya pun saya cuma bisa bilang ‘iya..iya..’

Transportasi utama masyarakat Aceh adalah mobil jenis bak terbuka yang diberi tutup tersendiri dan bagian pintunya dibelakang, kendaraan ini disebut labi-labi [kura-kura] karena jalannya yang pelan. Kemudian becak motor yang merupakan modifikasi motor dengan tambahan gandengan disebelah kiri, adapun bus hanya melayani jalur” penting, sejauh inipun saya belum pernah sekalipun melihat bus” tersebut. Bila anda pengendara kaki alias senang berjalan kaki seperti saya ini alias ga punya kendaraan sendiri, maka naik labi-labi merupakan solusi kendaraan yang murah dan pastikan juga anda betul-betul memastikan sebelah kanan kiri anda aman ketika menyebrang. Sebagian besar masyarakat Aceh gemar mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi terutama sepeda motor, sayang hobi naik motor kecepatan tinggi itu ga diimbangi dengan peralatan keselamatan yang lengkap. Ketika sebagian daerah di Jawa sudah mulai menerapkan peraturan spion lengkap bagi kendaraan roda dua, di Aceh memakai helm masih belum menjadi utama. Helm satu untuk pengendara depan cukuplah, yang belakang ga perlu helm atau kalo perlu dua-duanya ga pake helm juga cukup berani untuk melintas dijalan-jalan protokol. Lampu merahpun ga menjadi penghalang untuk memacu kendaraan kecuali pada persimpangan-persimpangan yang betul ramai. Dan lagi-lagi saya cuma bisa geleng-geleng kepala..

Masakan Aceh hampir mirip dengan ciri khas masakan padang, sayurnya berupa kuah dengan sedikit isi, full santan dan sepertinya komposisi rempah-rempah yang banyak. Bedanya sayur masakan padang menurut saya lebih enak. He he.. Harga lauk lebih sedikit mahal dibanding Jogja tapi ikan laut cukup murah dan setara dengan lauk telur. Ada juga masakan khas Aceh seperti mie Aceh, ayam tangkap, dan aneka olahan laut. Bener ga seh orang Aceh pake ganja wat bumbu ? ssstt, jangan bilang pak polisi ya, tak kasih tau….

Bagi sebagian masyarakat Aceh memang kadang memanfaatkan ganja sebagai bumbu, semisal memasak kambing namun ini biasanya di daerah yang pelosok jadi kalo anda mencoba masakan dan abis itu merasa nikmat dan ngantuk [kata temen yang sudah mencoba..], bisa dicurigai memakai ganja sebagai tambahan bumbu. Bahkan sebagian juga ada yang memanfaatkan untuk campuran minum kopi dan juga untuk membuat dodol. Oh ya, orang Aceh gemar keluar malam dan menikmati kopi, jualan-jualan di pinggir jalan dan toko kelontong bisa dijumpai masih buka sampai jam 11 malam, namun ketika waktu sholat tiba maka sebagian besar toko, warung, bahkan warnet akan tutup sebentar. Kopi Aceh cukup terkenal, namun bukan karena campuran ganjanya tapi rasanya yang khas, mungkin ini disebabkan juga oleh cara menyeduh kopi. Kopi Aceh dimasak bersama kopi dan gula dengan air yang sudah panas kemudian dijerang hingga mendidih, selanjutnya kopi akan disaring dengan dua kali penyaringan dengan cara dituangkan tinggi-tinggi kedalam saringan. Cara mengangkat tinggi” ini supaya asap kopi terbang terbawa angin dan itu diyakini membuat rasa lebih nikmat. Pokoknya kalo anda penikmat kopi rasanya nyummy deh..

Hmm segitu dulu deh cerita Acehnya, ntar kita lanjutt lagi..masih berat neh kepala gara-gara pesta ikan bakar dan sop sapi semalem…ga pake ganja lho bro..suer..

12 thoughts on “Nanggroe Aceh Darussalam”

  1. @ Bang Joe
    Hue he he….iyo je…kemarin bis posting aku baru kepikiran. halah…
    perlu ta ganti ra yow …
    eh duwe mantan pacar disini tho..sini no HPnya..tak salamke..

  2. dodol ganjane pren jo lali … awas kw …

    gek ndang bali dvd rwne sigit meh tak ngoo …

    bukane wong aceh kie emang seneng ngopi kpan pun itu … ora bengi tok kok ketoke le ngopi …
    makane neng kono akeh warung kopi …

  3. @ Paris
    Halah, paling yo ra mbok maem, mung nggo koleksi. Sekali lagi mubadzir..

    @ Mas Alle
    Ntar kalo begitu aku pulang trus kost-kost kalian digrebek intel, aku ga ikut”an lho..

  4. hhahahaha kalo udah ke Aceh pasti yang ditanyain dodol ganja deh…. kapan main lagi ke Aceh mas?? harga di Aceh udah jauh berbeda…. jauhhhhhhh lebih mahal dari yogya….
    Salam kenal dari Anak Aceh…

  5. kapan ya maen ke Aceh lagi, belum ke sabang neh. Besok ada temen dari jakarta yang ke Aceh sebulan mungkin urusan konsultan bank Aceh lagi. Naik ya harga” disana ??? Duh tambah mahal donk…
    salam Kenal juga..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *